Sunday, March 8, 2015

Analisis Manajemen Krisis Kasus Bowater Incorporated

Bowater Incorporated merupakan sebuah pabrik kertas besar asal Inggris yang sudah berdiri sejak awal 1900-an. Bagian selatan dari Bowater, atau disebut Bowater South, merupakan pabrik khusus pembuatan kertas koran yang terletak di Calhoun, Tenn. Sebelum terjadi krisis, perusahaan ini sudah memiliki reputasi yang sangat baik di mata publik selama 36 tahun. Namun nasib dari perusahaan tersebut diambang kehancuran ketika terjadi sebuah krisis pada tahun 1990, yakni kecelakaan beruntun yang disebabkan oleh kabut tebal di sekitar area pabrik Bowater South.

Menurut saya krisis yang dialami oleh Bowater tersebut adalah krisis bencana alam. Menurut Kriyantono (2012, h. 178) bencana alam juga dapat menimbulkan krisis yang dapat memengaruhi aktivitas organisasi. Penyebab dari krisis adalah kabut yang mungkin disebabkan oleh lebatnya pohon-pohon sebagai bahan utama pembuat kertas. Pohon-pohon tersebut menyebabkan kabut tebal datang setiap pagi dan membuat jarak pandang pengendara mobil tidak jelas. Krisis bencana alam merupakan krisis yang berpotensi merusak reputasi dan peristiwanya tidak dapat diduga.

Sebelum kecelakaan maut tersebut terjadi, sebenarnya isu telah terlebih dulu muncul, yakni isu bahwa Bowater South merupakan penyebab dari munculnya kabut yang selalu menyelimuti daerah Calhoun. Isu ini dibenarkan oleh Dr. Wayne Davis, insinyur sipil dari departemen transportasi universitas Tennessee yang membuat penelitian tentang penyebab kabut di area Calhoun. Studi mengatakan bahwa memang benar Bowater South merupakan sumber utama penyebab kabut tebal tersebut. Namun isu ini diabaikan oleh pihak Bowater South. Tidak ada manajemen isu yang dilakukan oleh mereka. Manajemen isu penting dilakukan agar isu tidak merambat menjadi krisis. Manajemen isu bisa dilakukan dengan cara identifikasi isu, analisis isu yang ada, merumuskan program peredam isu, mengintegrasikan komponen dalam perusahaan untuk meredam isu, dan evaluasi program manajemen isu (Kriyantono, 2012, h. 165-168).

Sampai pada akhirnya terjadilah kecelakaan maut yang membuat perusahaan Bowater mengalami krisis yang potensial merusak reputasinya yang sudah 36 tahun dibangun dengan susah payah. Kecelakaan disebabkan oleh tebalnya kabut di daerah Calhoun, dan ketika itu ada pengendara mobil Cadillac, yang berjalan 65 mil per jam, menyerempet traktor bermuatan peralatan bor berisi bahan-bahan kimia berbahaya. Alat bor berisi dycamil peroxide tersebut menggelinding dan meledak. Ledakan tersebut menimbulkan bola api, asap dan gas berbahaya.

Kecelakaan tersebut menimbulkan tabrakan beruntun, karena mobil-mobil di belakang Cadillac tersebut pun juga menjadi korban akibat asap dari ledakan alat bor berisi gas berbahaya tersebut membuat pandangan kaca depan mobil menjadi putih tidak terlihat apapun. Kecelakaan ini mengakibatkan 99 mobil rusak, 12 orang tewas dan 50 orang luka-luka. Ini merupakan kecelakaan terburuk yang pernah terjadi di Tennessee. Tentu saja menjadi krisis terburuk bagi Bowater South karena mereka merasa perusahaannya lah yang menjadi sumber malapetaka kecelakaan maut itu terjadi.

Astrid Sheil, manajer public affair yang baru bekerja dua bulan dalam perusahaan tersebut mengambil langkan yang menurut saya sudah tepat. Ia melakukan manajemen krisis yakni dengan cara membuat press conference segera setelah kecelakaan terjadi. Sheil menjadi spokesperson utama dari Bowater South dalam memberikan informasi kepada media dan publik.

Setelah melakukan press conference, Sheil melakukan investigasi lebih jauh. Ia menjawab semua telepon masuk yang berasal dari reporter, bahkan hingga ke London. Ia juga membuat pesan suara yang akan bermanfaat bagi media sehingga dapat didengarkan berulang-ulang. Ia menjawab semua pertanyaan wartawan dengan konsisten dan akurat, serta mengungkap kebohongan dengan fakta-fakta. Ia juga mengirimkan surat kepada karyawan Bowater South untuk menginformasikan perihal keadaan yang terjadi, menenangkan mereka, dan tetap mendapatkan kepercayaan dari para karyawan dan ambassador.
Hari berikutnya, Bowater menyewa PR professional dari kantor New York untuk menjadi pihak ketiga yang dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan lebih terutama untuk markas besar Bowater. Semua ini dilakukan Sheil dalam waktu 3 hari setelah kecelakaan terjadi.

Menurut saya apa yang dilakukan oleh Sheil, yaitu strategi memberikan keterbukaan informasi kepada media dalam rentang waktu yang cepat tersebut sudah tepat dalam memanajemen krisis. Sebagai PR, kita dituntut untuk berpikir cerdas dan cepat dalam mengambil keputusan dengan tepat, apalagi untuk menyelamatkan reputasi perusahaan. Upaya yang dilakukan Sheil sudah memenuhi kaidah penting strategi manajemen krisis menurut Kriyantono (2012, h. 185), yakni mengupayakan satu suara melalui crisis center dengan satu juru bicara, menjalin komunikasi dan kerjasama dengan publik terkait seperti media misalnya, dan menghindari upaya menyalahkan pihak lain.

Namun Bowater juga melakukan kesalahan dalam menangani krisis tersebut, yaitu ketika korban menuntut perusahaan secara hukum, Sheil sebagai PR malah diam tanpa komentar apapun, karena disuruh oleh pengacaranya untuk tidak memberikan keterangan apapun tanpa ada perintah dari pengadilan langsung.
Keadaan semakin buruk ketika ternyata pengacara Bowater South tersebut membocorkan kepada media bahwa sesungguhnya dulu perusahaan tersebut pernah dituntut sampai ke pengadilan juga gara-gara masalah kabut pada tahun 1980, namun mereka memenangkan kasusnya.

Kegagalan manajemen krisis lainnya adalah masalah komunikasi internal perusahaan. Bowater South tidak berkoordinasi dengan cabang pabrik lain dan juga markas besar, sehingga mereka juga diselidik terkait krisis tersebut namun mereka tidak tahu-menahu tentang apa yang terjadi. Kesalahan lain dari strategi Sheil adalah ia kurang perhatian terhadap para korban yang telah tewas dalam insiden tersebut karena terlalu sibuk meredakan krisis yang terjadi.

Dalam kasus ini, Sheil tidak menerapkan poin penting manajemen krisis yakni perlunya perencanaan krisis dan meletakkan prioritas utama pada keselamatan dan kepentingan publik. Bowater South tidak memiliki program antikrisis untuk mencegah munculnya krisis tersebut, dan juga Sheil sebagai public affair kurang memberikan perhatian kepada keluarga korban yang ditinggalkan dalam kecelakaan tersebut.

Hal yang dapat kita pelajari dari kasus Bowater ini adalah bahwa PR harus senantiasa mempersiapkan rencana untuk menghadapi keadaan terburuk yang mungkin akan terjadi di masa depan. PR harus memiliki program antikrisis dan manajemen isu yang baik, agar ketika isu itu muncul dan melebar menjadi krisis, pihak perusahaan siap dengan apapun yang akan terjadi karena sudah memiliki acuan dalam bertindak.

Perusahaan pun sebaiknya tidak hanya mementingkan kepentingan perusahaannya saja, namun juga harus membina hubungan baik dengan publik, minimal di area sekitar perusahaan. Caranya bisa saja membuat program CSR, melibatkan komunitas dalam kegiatan perusahaan seperti membuat event-event tertentu misalnya, agar ketika mereka mengalami krisis, publik tidak langsung menganggap mereka negatif dan akan mempertimbangkan hal-hal positif yang pernah dilakukan oleh perusahaan, hal itu bisa meredam krisis dengan relative cepat.

Referensi:
Kriyantono, R. (2012). Publik relations & crisis management. Jakarta: Prenada.
Maggart, L. (1994). Bowater Incorporated - A lesson in crisis communications. Publik Relations Quarterly; Fall 1994; 39, 3; Academic Research Library, pg. 29-31.


No comments:

Post a Comment