Menurut saya krisis
yang dialami oleh Bowater tersebut adalah krisis bencana alam. Menurut
Kriyantono (2012, h. 178) bencana alam juga dapat menimbulkan krisis yang dapat
memengaruhi aktivitas organisasi. Penyebab dari krisis adalah kabut yang
mungkin disebabkan oleh lebatnya pohon-pohon sebagai bahan utama pembuat
kertas. Pohon-pohon tersebut menyebabkan kabut tebal datang setiap pagi dan
membuat jarak pandang pengendara mobil tidak jelas. Krisis bencana alam
merupakan krisis yang berpotensi merusak reputasi dan peristiwanya tidak dapat
diduga.
Sebelum kecelakaan maut
tersebut terjadi, sebenarnya isu telah terlebih dulu muncul, yakni isu bahwa
Bowater South merupakan penyebab dari munculnya kabut yang selalu menyelimuti
daerah Calhoun. Isu ini dibenarkan oleh Dr. Wayne Davis, insinyur sipil dari
departemen transportasi universitas Tennessee yang membuat penelitian tentang
penyebab kabut di area Calhoun. Studi mengatakan bahwa memang benar Bowater
South merupakan sumber utama penyebab kabut tebal tersebut. Namun isu ini
diabaikan oleh pihak Bowater South. Tidak ada manajemen isu yang dilakukan oleh
mereka. Manajemen isu penting dilakukan agar isu tidak merambat menjadi krisis.
Manajemen isu bisa dilakukan dengan cara identifikasi isu, analisis isu yang
ada, merumuskan program peredam isu, mengintegrasikan komponen dalam perusahaan
untuk meredam isu, dan evaluasi program manajemen isu (Kriyantono, 2012, h.
165-168).
Sampai pada akhirnya
terjadilah kecelakaan maut yang membuat perusahaan Bowater mengalami krisis
yang potensial merusak reputasinya yang sudah 36 tahun dibangun dengan susah
payah. Kecelakaan disebabkan oleh tebalnya kabut di daerah Calhoun, dan ketika
itu ada pengendara mobil Cadillac, yang berjalan 65 mil per jam, menyerempet
traktor bermuatan peralatan bor berisi bahan-bahan kimia berbahaya. Alat bor
berisi dycamil peroxide tersebut menggelinding dan meledak. Ledakan tersebut
menimbulkan bola api, asap dan gas berbahaya.
Kecelakaan tersebut
menimbulkan tabrakan beruntun, karena mobil-mobil di belakang Cadillac tersebut
pun juga menjadi korban akibat asap dari ledakan alat bor berisi gas berbahaya
tersebut membuat pandangan kaca depan mobil menjadi putih tidak terlihat
apapun. Kecelakaan ini mengakibatkan 99 mobil rusak, 12 orang tewas dan 50
orang luka-luka. Ini merupakan kecelakaan terburuk yang pernah terjadi di
Tennessee. Tentu saja menjadi krisis terburuk bagi Bowater South karena mereka
merasa perusahaannya lah yang menjadi sumber malapetaka kecelakaan maut itu
terjadi.
Astrid Sheil, manajer public affair yang baru bekerja dua
bulan dalam perusahaan tersebut mengambil langkan yang menurut saya sudah
tepat. Ia melakukan manajemen krisis yakni dengan cara membuat press conference segera setelah kecelakaan
terjadi. Sheil menjadi spokesperson
utama dari Bowater South dalam memberikan informasi kepada media dan publik.
Setelah melakukan press conference, Sheil melakukan
investigasi lebih jauh. Ia menjawab semua telepon masuk yang berasal dari
reporter, bahkan hingga ke London. Ia juga membuat pesan suara yang akan
bermanfaat bagi media sehingga dapat didengarkan berulang-ulang. Ia menjawab
semua pertanyaan wartawan dengan konsisten dan akurat, serta mengungkap
kebohongan dengan fakta-fakta. Ia juga mengirimkan surat kepada karyawan
Bowater South untuk menginformasikan perihal keadaan yang terjadi, menenangkan
mereka, dan tetap mendapatkan kepercayaan dari para karyawan dan ambassador.
Hari berikutnya,
Bowater menyewa PR professional dari kantor New York untuk menjadi pihak ketiga
yang dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan lebih terutama untuk markas
besar Bowater. Semua ini dilakukan Sheil dalam waktu 3 hari setelah kecelakaan
terjadi.
Menurut saya apa yang
dilakukan oleh Sheil, yaitu strategi memberikan keterbukaan informasi kepada
media dalam rentang waktu yang cepat tersebut sudah tepat dalam memanajemen
krisis. Sebagai PR, kita dituntut untuk berpikir cerdas dan cepat dalam
mengambil keputusan dengan tepat, apalagi untuk menyelamatkan reputasi perusahaan.
Upaya yang dilakukan Sheil sudah memenuhi kaidah penting strategi manajemen
krisis menurut Kriyantono (2012, h. 185), yakni mengupayakan satu suara melalui
crisis center dengan satu juru bicara, menjalin komunikasi dan kerjasama dengan
publik terkait seperti media misalnya, dan menghindari upaya menyalahkan pihak
lain.
Namun Bowater juga
melakukan kesalahan dalam menangani krisis tersebut, yaitu ketika korban
menuntut perusahaan secara hukum, Sheil sebagai PR malah diam tanpa komentar
apapun, karena disuruh oleh pengacaranya untuk tidak memberikan keterangan
apapun tanpa ada perintah dari pengadilan langsung.
Keadaan semakin buruk
ketika ternyata pengacara Bowater South tersebut membocorkan kepada media bahwa
sesungguhnya dulu perusahaan tersebut pernah dituntut sampai ke pengadilan juga
gara-gara masalah kabut pada tahun 1980, namun mereka memenangkan kasusnya.
Kegagalan manajemen
krisis lainnya adalah masalah komunikasi internal perusahaan. Bowater South
tidak berkoordinasi dengan cabang pabrik lain dan juga markas besar, sehingga
mereka juga diselidik terkait krisis tersebut namun mereka tidak tahu-menahu
tentang apa yang terjadi. Kesalahan lain dari strategi Sheil adalah ia kurang
perhatian terhadap para korban yang telah tewas dalam insiden tersebut karena
terlalu sibuk meredakan krisis yang terjadi.
Dalam kasus ini, Sheil
tidak menerapkan poin penting manajemen krisis yakni perlunya perencanaan
krisis dan meletakkan prioritas utama pada keselamatan dan kepentingan publik.
Bowater South tidak memiliki program antikrisis untuk mencegah munculnya krisis
tersebut, dan juga Sheil sebagai public
affair kurang memberikan perhatian kepada keluarga korban yang ditinggalkan
dalam kecelakaan tersebut.
Hal yang dapat kita
pelajari dari kasus Bowater ini adalah bahwa PR harus senantiasa mempersiapkan
rencana untuk menghadapi keadaan terburuk yang mungkin akan terjadi di masa
depan. PR harus memiliki program antikrisis dan manajemen isu yang baik, agar
ketika isu itu muncul dan melebar menjadi krisis, pihak perusahaan siap dengan
apapun yang akan terjadi karena sudah memiliki acuan dalam bertindak.
Perusahaan pun
sebaiknya tidak hanya mementingkan kepentingan perusahaannya saja, namun juga
harus membina hubungan baik dengan publik, minimal di area sekitar perusahaan.
Caranya bisa saja membuat program CSR, melibatkan komunitas dalam kegiatan
perusahaan seperti membuat event-event tertentu misalnya, agar ketika mereka
mengalami krisis, publik tidak langsung menganggap mereka negatif dan akan
mempertimbangkan hal-hal positif yang pernah dilakukan oleh perusahaan, hal itu
bisa meredam krisis dengan relative cepat.
Referensi:
Kriyantono, R. (2012). Publik relations & crisis management. Jakarta: Prenada.
Maggart, L.
(1994). Bowater Incorporated - A lesson
in crisis communications. Publik Relations Quarterly; Fall 1994;
39, 3; Academic Research Library, pg. 29-31.
No comments:
Post a Comment